Kalau tidak
salah dari salah satu filosofi Ustad kita, Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym. Dalam sebuah ceramahnya mengambil cicak sebagai binatang
yang perlu dicontoh dalam bersikap menghadapi hidup. Apa yang perlu ditiru dari
cicak? Binatang yang kerjanya hanya merayap di dinding rumah bahkan mungkin
sebagian dari kita merasa terganggu karena risih dengan kotoran yang jatuh di
sembarang tempat.
Dari seekor ciptaan Allah ‘yang sederhana ini’ sebetulnya ada satu hal
unik yang mungkin kita sebagai manusia yang merupakan ‘makhluk paling unggul’
di jagat bahkan sulit memilikinya. Hah?! Kok bisa! Emang cicak bisa apa? Toh
dia kerjaannya hanya mondar-mandir, cari makan, dan brantem. Sikap mana yang
istimewa?
QANAAH
Sikap rela menerima dan merasa cukup atas
hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan
perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa
yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah.*
Ya, bila kita perhatikan sikap ini sangat melekap pada cicak. Sadarkah
kita, bahwa ini cicak hidup ‘serba susah’. Mau makan saja, di harus memanjat
begitu tinggi. Bila dibandingkan dengan manusia mungkin sebanding dengan saat
kita memanjat gedung-gedung pencakar langit. Mangsa yang harus ditangkapnya pun
sungguh ekstreme. Betapa ia harus
nekad memangsa binatang yang secara logika kita, tidak mungkin ditangkapnya apa
lagi hanya menggunakan mulut. Semua binatang yang menjadi mangsanya kebanyakan
dari bangsa serangga terbang. Kupu-kupu, ngengat , laron, dan sebagainya. Yang
bahkan kita pun sebagai manusia kadang tidak mudah menangkapnya. Sementara
cicak, sekali lagi dia ‘ciptaan yang sederhana’. Dia tidak punya sayap. Tidak
punya lidah panjang ataupun tentakel. Tapi pernahkah cicak stres dan putus asa?
Atau bahkan mungkin protes pada Allah dan menuduh-Nya memberi kehidupan yang
tidak adil. Apakah cicak kemudian diam saja karena tidak percaya diri bisa
menangkap kupu-kupu? Apakah kemudian cicak bunuh diri? Memutuskan untuk ikut
prgram KB! Tidak. Mereka benar-benar bisa menerima kondisi yang telah Allah
tetapkan padanya. Mereka tetap berusaha bahkan tanpa harus banyak perhitungan, seberapa
mungkin dengan kondisi seperti itu mereka bisa berhasil.
Hal ini juga terjadi pada makhluk Allah lainnya seperti laba-laba.
Bahkan kebebasannya lebih terbatas dari pada cicak. Laba-laba yang lamban dan
lemah. Hanya bergelantungan pada untauian jaringnya sambil menunggu sebuah
‘kebetulan’ yang akan membawa makanannya terjerat di sana. Lagi-lagi tanpa
harus tahu seberapa besar kemungkinannya. Tapi laba-laba tetap bersabar.
Lalu bagaimana dengan kita. Makhluk bernama manusia yang katanya
sempurna ini. Justru kesempurnaan tersebut menjadi beban dan kekurangannya. Akal
dan perasaan yang dimilikinya membuat menusia lebay dan banyak protes. Akal yang
sejatinya menjadikan menusia bisa menyelesaikan masalah malah menjadikannya
terlalu banyak pertimbangan yang pada akhirnya tidak membuatnya melakukan
apa-apa. Atau justru menjadikan menusia begitu curang dan pengecut bahkan
dengki pada orang lain. Perasaan yang seharusnya digunakan membuatnya lebih
peka terhadap keadaan, lebih lemah lembut, membuat menusia menjadi benar-benar
lemah, ketakutan, dan putus asa. Tak heran dirinya hanya diam begitu saja
dengan segala kekurangannya tanpa punya keinginan menjadi lebih baik.
Manusia menjadi makhluk yang paling banyak mengeluh. Selalu memandang
kekurangan pada dirinya. Padahal kekurangan itu hanya hasil sifat malasnya
saja. Dia semakin manja. Selalu ingin mendapatkan sesuatu hanya dengan diam
saja. Berleha-leha bahkan tak peduli andaikan orang lain menjadi korban. Sulit mensyukuri
kelebihan diri pribadi dan selalu menuntut kelebihan orang lain.
Melihat kehidupan orang-orang muda. Mereka mengeluhkesahkan semua
masalah pada tuhan baru seperti facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya.
Menangisi nasibnya yang malang dan sok tidak paham kalau nasibnya adalah buah
perbuatannya sendiri. Bertanya mengapa ini-itu menimpa diri mereka. Padahal kelalaian
yang dilakukan sangat jelas dan transparan.
Atau malah teguran yang selama ini Allah berikan atas kemaksiatan terhadap-Nya
dianggap sebagai sebuah ujian ketabahan. Mengeluh atas ‘ujian’ dikhianati
pacar. Mengeluh atas ‘cobaan’ dibenci oleh teman-temannya, tidak punya uang, ujian
dapat nilai rendah, dan sebagainya.
Manusia tak cukup dengan nikmat halal yang telah dimudahkan oleh-Nya. Mereka
justru memandang kehalalan dari sebuah hubungan pacaran dan zina, memandang
rezeki yang berlimpah bisa didapat dari korupsi, memandang telah diselamatkan
dari mencontek saat ujian, dan ‘kenikmatan’ lainnya yang sesuai dengan nafsu
mereka.
Manusia itu benar-benar tak tahu caranya bersyukur.
* http://nurulfatimah96.wordpress.com/tugas-tugas/materi-agama/pengertian-qanaah-dan-tasamuh/
ConversionConversion EmoticonEmoticon