Sebelum kita melihat Masjidil Aqsha,
ada baiknya kita telusuri sejarah negeri itu. Berbicara tentang Masjidil Aqsa,
tak dapat lepas dari membicarakan Bumi Palestina, yang dalam AlQur’an dinamakan
‘ardhal muqaddas’. Berbicara tentang bumi Palestina, kita harus menyusuri
sejarah para Nabi. Sebab, menurut catatan sejarah, di negeri inilah kebanyakan
para nabi dilahirkan.
Di dalam kitab suci AlQur’an sendiri
tidak diterangkan dengan jelas, tahun berapa Ibrahim dilahirkan. Namun menurut
catatan yang terdapat di Palestina, bahwa Ibrahim dilahirkan di sana dengna
nama Abram atau Abraham. Ibrahimlah orang yang pertama-tama berani menentang
orang tuanya.
Perdebatan ini tercantum dalam surat
Al-An’am ayat 74, yang berbunyi : Wa idz
qala Ibrahimu li abiihi Aazara, tattakhizu ashna man alihatan, inni araka wa
qaumaka fi dhalalimubiin.
Artinya : Dan ingatlah ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar, apakah engkau adakan patung jadi Tuhan?
Aku melihatmu dan qaumu dalam kesesatan nyata
Ibrahim as, memang telah ditetapkan
oleh Allah SWT menjadi Rasul, mengajarkan agama tauhid ditengah-tengah ramainya
pemduduk bumi memuja patung berhala. Bahkan diterangkan dalam kitbs suci
al-Qur’an, Ibrahim sampai-sampai dibakar oleh Raja Namrudz, yang ketika itu
memerintah.
Oleh karena kesulitan bahan makanan
dan susahnya penghidupan di Kanaan, nama lain untuk Palestina, Ibrahim ersama
istrinya yang cantik, Siti Sarah, berangkat ke Mesir. Ibrahim mencoba mencari
kehidupan di negeri ini sebagai penggembala. Ternyata, ia berhasil. Dari tahun
ke tahun, hidupnya semakin baik. Ibrahim memiliki banyak ternak peliharaan.
Pada suatu ketika, Raja Mesir yang
ketika itu memerintah, terpukau melihat seorang wanita cantik. Ternyata wanita
tersebut ada bersama Ibrahim. Sang Raja memanggil Ibrahim dan menanyakan siapa
wanita cantik itu.
Ibrahim mendengar pertanyaan ini,
benar-benar gelisah. Ia khwatir akan terjadi hukuman yang semena-mena dari Raja
yang berkuasa itu. Ibrahim tidak berani menyebut wanita cantik itu adalah
Sarah, istrinya. Tetapi ia mengatakan adiknya. Ia sadar, sudah bebuat kesalahan
karena berbohong.
Namu, betapa marahnya Raja Mesir
ketika ia tahu Ibrahim sudah berbohong. Akhirnya, ia tahu bahwa wanita cantik
itu adalah istri Ibrahim sendiri. Kemarahan yang memuncak itu memaksanya untuk
mengusir Ibrahim dari Mesir. Ibrahim berangkat dengan membawa semua hewan
ternaknya, kembali ke Kanaan atau bumi Palestina. Ia merasa, karena di sini
tempat lahirnya, di sini ia dibesarkan, maka di sinilah ia bertahan hidup
sampai akhir hayatnya.
Dalam usia yang semakin lanjut,
Ibrahim belum juga memperoleh tanda-tanda akan mempunyai putra. Padahal ia
ingin ada generasi yang akan melanjutkan misi kerasulannya itu. Kerisauan ini
terbaca oleh Siti Sarah. Dalam cerita selanjutnya kita ketahui, bahwa Siti
Sarah mengusulkan agar Ibrahim menikahi hamba sahayanya yang bernama Siti
Hajar.
Dengan izin Allah SWT, Siti Hajar
ternyata mulai mengandung, meski Ibrahim dalam usia lanjut. Namun peristiwa
itulah yang kemudian menjadi catatan penting perkembangan agama di muka bumi.
Siti Sarah tia-tiba tidak senang melihat kehamilan madunya. Ia meminta supaya
Siti Hajar dibawa pergi dari Kanaan.
Sesuai dengan wahyu Allah kepada
Ibrahim, ia membawa Siti Hajar pergi dari Kanaan. Melalui gurun pasir dan bukit
batu-batuan, akhirnya mereka terdampar di gurun Saudi Arabia. Di sinilah Siti
Hajar melahirkan puteranya, yang diberi nama Ismail.
Namun Ibrahim tak dapat menungguinya di sana.
Siti Hajar bersama anaknya ditinggal berdua. Ibrahim hanya berdo’a kepada Allah
SWT, supaya negeri ini menjadi negeri yang subur, aman dan sentosa. Sedangkan
penduduknya akan menjadi umat yang shaleh, menegakkan shalat dan membacakan
ayat-ayat Allah.
Dalam sejarah kemudian kita ketahui,
perjalanan Ismail beserta ibunya dijadikan syari’at perjalanan Ibadah Haji.
Berlari-lari antara Bukit Shafa dan Marwa, seperti pengalaman Siti Hajar,
melempar batu seperti pengalaman Ismail dan Ibrahim ketika membunuh Iblis,
bermalam di Mina, menyembelih qurban, bahkan juga munculnya air zam-zam, dan
sejumlah peristiwa lainnya.
Ismail kemudian menikah dengan penduduk
Mekah dari suku Jurhum yang berasal dari Yaman. Di kota ini ia berketurunan,
yang kemudian disebut Banu Ismail atau Adnaniyun. Sebagaimana diketahui, Ismail
membangun Ka’bah bersama ayahnya. Karena itu Banu Ismail menjadi pemimpin agama
di Mekah. Bahkan sampai kepada Qushai, yang juga keturunan banu Ismail, yang
kemudian menurunkan beberapa generasi lagi sampai akhirnya kepada Muhammad yang
diangkat oleh Allah SWT menjadi RasulNYA.
Dikutip dari : Masjidil Aqsha Diambang Pintu Perang Teluk: Luqman Hakim Gayo
ConversionConversion EmoticonEmoticon