Masih berbicara tentang kebaikan diri
pribadi dan orang lain.
Katanya Islam itu amar ma’ruf nahi
munkar. Mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Sorry kalau
terjemahannya mungkin kurang tepat, maklum sekolah madrasah dulu g lulus.
Kalau dipikir-pikir, manusia cukup banyak
kok yang bisa berbuat dan mengajak kebaikan. Alasannya sudah bisa dipastikan,
sunnah Rasul untuk menyebar kebaikan. Kalau dihitung-hitung betapa banyak
masyarakat sekitar kita yang sanggup menunaikan rukun Islam hingga tahap akhir.
Bahkan negeri kita menjadi yang terbanyak mengirimkan jemaah haji.
Tak hanya itu. Masjid-masjid megah nan
mewah banyak didirikan. Lengkap dengan pesantren dengan jumlah santri ribuan
orang. Menghasilkan para da’i dan penghafal Qur’an Hadist dengan jumlah yang sama.
Ahli-ahli hadist dan kitab kuning ulama besar. Lembaga-lembaga pendidikan
formal berbasis ke-Islaman pun tak sulit dicari. Sekolah-sekolah madrasah
hingga Islam terpadu mulai menjadi tren pendidikan Islam kekinian.
Tak kalah ramainya. Warga-warga desa
pedalaman telah membudayakan Syariat Islam sebagai aktivitas kemasyarakatan.
Tahlil, barzanji, burdah, dan masih banyak lagi. MasyaAllah. Betapa sungguh
luar biasanya kehidupan Islami di sekitar kita. Negeri kita tercinta, Indonesia.
Sepintas, negeri berpenduduk mayorits
muslim ini memang sarat dengan aktivitas keagamaannya. Hampir disetiap daerah
identik dengan kearifan lokal bernuasa ke-Islaman. Situs-situs perkembangan
awal Islam Nusantara menjadi pusat keagamaan dan wisata religi yang dikunjungi
ratusan bahkan ribuan orang setiap harinya. Datang pergi silih berganti tanpa
henti.
Itulah sepintas gambaran aktivitas
keagamaan yang telah menjadi warna hampir di seluruh pelosok negeri. Kembali
pada topik awal tulisan ini, hampir semua dari aktivitas tersebut adalah
cerminan amar ma’ruf. Ya,
nampaknya hanya sampai di situ saja. Walau terkesan berprasangka buruk, tak
dapat dipungkiri pelaksanaan amar ma’ruf ini mungkin lebih banyak
diterapkan karena sekaligus dapat menimbulkan citra si pelaku tampak lebih baik
di mata yang melihatnya. Membuatnya dianggap menjadi manusia yang memiliki kelebihan
daripada yang lain. Terlihat lebih mulia, lebih agung, lebih berwibawa, dan
tolok ukur kebaikan lainnya.
Lalau bagaimana
dengan nahi munkar? Inilah salah satu masalahnya. Di satu sisi
masyarakat melakukan segala kebaikan, tapi di sisi lainnya kemunkaran juga menjadi
budaya selumrah kebaikan pula. Kebaikan selama ini cenderung dilaksanakan
sekedar pelaksanaan kebiasaan tanpa disertai pemahaman akan disertainya
pencegahan akan yang munkar. Sehingga keduanya dilakukan juga sekedar karena
kebiasaan. Tidak selalu dengan pemahaman yang cukup.
Banyak yang
melakukan zakat, juga sekaligus dengan praktik korupsinya. Membaca Sholawat
juga dengan ghibahnya. Menghafal Qur’an juga dengan dustanya. Memahami kitab sekaligus
melanggarnya. Mengajarkan kebaikan sekaligus mencontohkan kemalasan. Membangun
masjid sekaligus membuka perjudian.
Kemudian, orang-orang yang membenci
agama ini tahu akan apa yang terjadi. Sehingga sangat mungkin mereka lebih
menjaga kita dengan segala keburukan yang kita lakukan daripada mencegah kebaikan
yang kita amalkan.
ConversionConversion EmoticonEmoticon