Filosofi Bus Mini Seberang Jalan

Lama sudah pengalaman ini saya dapat. Saat itu saya hendak pulang kampung dari kampus tempat saya kuliah. Seperti biasa saya masih harus menunggu bus mini saat tiba di halte. Sore hari memang tak terlalu banyak bus yang lewat. Setidaknya harus menunggu beberapa menit. Duduk di halte sambil memandang ke ruas jalan. Tentu saja yang diperhatikan adalah kendaraan-kendaraan yang menuju arah kabupaten tempat saya tinggal. Sementara kendaraan-kendaraan di jalur seberang yang berlawanan arah, “Cuekin saja.” Pikir saya dalam hati. Tak ada tanda-tanda bus di jalur yang kupandangi dari tadi. Justru yang membuat iri karena beberapa bus sudah melintas dari jalur berlawanan. Lebih iri lagi saat salah satunya berhenti agak ke kanan. Berhenti utnuk menunggu penumpang ke arah Kamal. “Sulit banget, sih bus ke arah Pamekasan. Giliran yang ke arah Kamal sampek nunggu penumpang!” gerutuku dalam hati. Tapi tak ada gunanya juga menggerutui bus yang kosong itu. Saya sekali lagi hanya menunggu dan menunggu.

Tak lama setelah itu, sekali lagi, sebuah bus ke arah kamal dengan jumlah penumpang lebih banyak melintas. Juga berhenti, mungkin akan bersaing mendapat penumpang. Benar-benar membuat iri. Nampak setelahnya si supir bercakap-cakap dengan supir bus yang sebelumnya. Saya tahu mereka telah bersepakat memindah penumpang dari yang sedikit dijadikan satu dengan yang lebih banyak. Penumpangpun pindah. Lalu? Ya, seakan segala iriku lenyap sudah. Bus pertama tadi telah kosong. Bergerak dan kemudian berbalik arah. SubhanAllah. Betapa saya tak habis pikir, bus yang semula tak kuindahkan, yang tujuannya berlawanan arah dengan tujuannku, kini menjadikan saya sebagai penumpang eksklusifnya (eksklusifnya karena menjadi penumpang pertama dan mendapat kursi paling depan).
Tak habis pikir. Bagaimana suatu perkara bisa berubah sedemikian hingga yang pada awalnya sama sekali bukan itu kemungkinannya. Betapa kusadari, bahwa nasib (untuk siapapun itu) tak akan pernah ada yang tahu bagaimana berakhirnya. Siapa yang membuatnya demikian di luar akal manusia? Saya rasa tak ada penjelasan yang lebih memuaskan selain Allah.
Satu hal lagi saya telah diingatkan. Bahwa kehidupan ini sangatlah dinamis. Apa-apa yang kita lihat dan rasakan sekarang suatu hari nanti, bahkan jauh lebih cepat dari itu dapat menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Bahkan berlawanan. Bagaimana kemudian yang miskin menjadi kaya, bodoh menjadi pintar, kufur menjadi iman atau sebaliknya. Saya telah diajarkan sekali lagi untuk tidak selalu memandang remeh segala hal, terlebih merendahkannya. Karena sngat mungkin dari sesuatu yang kita anggap bukan apa-apa itu justru darinyalah kita akan mendapat manfaat.
Terlebih mengingatkan saya pada pengalaman mendampingi adik-adik ADK di kampus, betapa terkadang mereka orang-orang yang setia bersama kita adalah mereka yang dahulunya kita acuh tak acuh kepadanya, berfikir bahwa apa yang dilihat saat itu dialah yang akan setia, bukan mereka yang tidak kita kenal. Tapi bukankah kita tahu: Allah Maha mebolak-balik hati manusia.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment